Cara mengurangi laju perubahan iklim salah satunya dengan menanam tanaman di rumah. Dok : Canva |
“Waktu covid kemarin baru keliatan cerahnya langit Cikarang, soalnya banyak pabrik yang mengurangi aktivitas produksi.” Kata Kanjeng Papi saat kami duduk di teras rumah. Langit seringkali menjadi tempat bersarangnya polusi udara yang langsung terlihat oleh mata kita. Tinggal di kota industri seperti di Cikarang, akan sangat langka menemukan langit yang cerah dan bebas polusi.
Kami masih dibilang sedikit beruntung karena tempat tinggal berjarak sekitar 5 km dari Kawasan industri, jadi tidak perlu merasakan asap sisa pembakaran dari pabrik yang masuk ke dalam rumah. Nah #selimutpolusi udara di kota industri, tentu saja akan berdampak pada perubahan iklim.
Menurut PBB, perubahan iklim mengacu pada perubahan suhu dan pola cuaca dalam jangka panjang. Perubahan iklim sebenarnya bersifat alami, namun sejak revolusi industri perubahan iklim lajunya semakin cepat.
Pendorong utama perubahan iklim adalah aktivitas manusia seperti penggunaan bahan bakar fosil yang menyebabkan naiknya konsentrasi gas rumah kaca pada atmosfer bumi. Nah kalau menurut pemerintah, perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, yang menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global.
Menahan Laju Perubahan Iklim
Polusi Menjadi Penyebab Perubahan Iklim
Waktu masih duduk di sekolah dasar, aku sering mengamati aktivitas pabrik-pabrik di seberang sungai Citarum, yang tidak jauh dari rumah. Setiap beberapa hari sekali, air sungai citarum akan berwarna-warni seperti sirup dan asap akan keluar dari cerobong asap pabrik. Kalau sedang musim kemarau, saluran pembuangan limbah yang berupa gorong-gorong besar dari pabrik akan terlihat.
Pada awal tahun 2000-an banjir besar melanda rumah keluargaku, padahal sebelum tahun 2000-an tempat ini bukanlah daerah banjir. Limbah cair dari pabrik yang terbawa banjir sampai ke dalam rumah dan menyebabkan penyakit kulit. Selain itu, limbah pabrik masuk ke dalam sumur warga yang menyebabkan air sumurnya bau. Sampai sekarang, banjir besar itu sering berkunjung ke bekas rumah keluargaku, minimal tiga kali dalam setahun. Banjir yang paling besar, yang pernah melanda bekas mencapai 3 meter.
Banjir di Bandung Selatan. Dok : Tempo |
Sementara itu, polusi udara dari asap pabrik menghasilkan emisi gas rumah kaca yang membuat wilayah sekitarnya semakin panas.
“kelihatannya mendung, tapi panasnya masuk ke dalam kulit”, keluh ibu waktu aku masih kecil.
Setelah dewasa, aku baru tau bahwa yang dikira “mendung” tadi sebenarnya polusi udara yang menyelimuti area sekitar pabrik. Sama seperti yang terjadi di Jakarta beberapa waktu yang lalu.
Emisi gas rumah kaca tidak hanya dihasilkan oleh kegiatan industri di pabrik. Diluar sana masih ada berbagai aktivitas manusia yang membuat polusi udara semakin parah. Salah satunya adalah penebangan hutan. Setiap pohon yang ditebang akan membuat penyerapan karbondioksida di udara semakin berkurang.
Dampak Perubahan Iklim
Global Warming
“Sekarang di Bandung udah nggak dingin, beda sama waktu kita kecil ya”, ucap seorang teman saat kami bertemu di Bandung. Aku mengangguk tanda setuju dengan perkataanya. Selimut polusi membuat bumi semakin panas dan menyebabkan perubahan iklim.
Berdasarkan data dari NASA, 10 tahun terakhir suhu permukaan bumi meningkat sebesar 1,02 derajat celcius pada tahun 2016 dan 2020. Tren peningkatan suhu ini disebabkan oleh aktifitas manusia yang menghasilkan gas rumah kaca dan karbondioksida, yang kemudian terkumpul ke atmosfer bumi.
Global warming ini mengakibatkan permasalahan lingkungan seperti meningkatkan permukaan air laut, kebakaran hutan sampai pola migrasi hewan yang berubah.
Cuaca Ekstrim
Beberapa waktu yang lalu, beredar berita di media social mengenai banjir di Jabodetabek. Curah hujan yang lebat ditengarai sebagai salah satu penyebab banjir. Namun keadaan akan sangat berbeda jika masuk musim kemarau. Apalagi di kota industri seperti Cikarang, suhu di sekitar rumahku pernah mencapai 34 derajat celcius.
Pekan ini (tanggal 9 sampai 15 Oktober) , BMKG ( Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) memprediksikan adanya hujan lebat disertai angin dan petir. Oleh karena itu masyarakat di sekitar Jabodetabek harus waspada dengan cuaca ekstrem tersebut.
Pasokan Bahan Makanan Berkurang dan Rantai Distribusi terhambat
Dampak perubahan iklim sangat terasa saat petani gagal panen. Harga berbagai kebutuhan pokok akan meningkat karena stoknya sedikit, sementara permintaanya banyak. Belum lama ini harga cabai mulai naik, dari beberapa penjual cabai yang sering aku ajak ngobrol ternyata stok cabai mulai berkurang di pasaran karena gagal panen. Musim yang tidak menentu, yang harusnya musim kemarau tiba-tiba hujan lebat atau sebaliknya, kerap kali membuat cabai gagal panen.
“Apalagi kalau distribusi cabai ini terhambat karena banjir atau tanah longsor, nanti stok cabe di pasar sini makin sedikit dan harganya makin mahal Mbak”, kata penjual cabai langgananku.
Serangan Penyakit
Indonesia yang terletak di wilayah tropis, ternyata sangat baik untuk perkembangan virus dan bakteri. Dengan adanya perubahan iklim yaitu kenaikan suhu dan curah hujan, virus dan bakteri mudah berkembang biak. Perkembangan biakan virus dan bakteri ini menyebabkan penyakit seperti demam berdarah, kolera dan malaria.
Selain itu, lapisan ozon yang semakin tipis tidak bisa menahan sinar ultraviolet. Nah sinar ultraviolet yang mencapai permukaan bumi akan menyebabkan penyakit kulit, asma, alergi dan penurunan daya tahan tubuh.
Kebakaran Hutan
Ketika memasuki musim kemarau, lini masa media kita akan dihiasi oleh berita kebakaran hutan. Cuaca panas dan kering ditengarai sebagai penyebab kebakaran hutan.Pohon-pohon yang mati akan menyebabkan berkurangnya penyerap CO2.
Jika laju perubahan iklim ini tidak ditekan dari sekarang, kebakaran hutan akan lebih sering terjadi di masa depan. Akibatnya hutan sebagai paru-paru dunia akan berkurang dan kita kesulitan menghirup udara bersih.
Hutan, Salah Satu Solusi Untuk Mengatasi Polusi dan Menahan Laju Perubahan Iklim
Hutan sebagai salah satu solusi untuk menahan laju perubahan iklim. Dokpri |
Seperti yang sudah kita ketahui, hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Hutan juga punya peranan penting dalam mencegah perubahan iklim karena dapat menyerap dan menyimpan karbondioksida di atomsfer bumi.
Sewaktu meninggalkan rumah yang dekat pabrik, aku masih ingat dengan pesan dokter untuk pindah ke tempat yang udaranya bersih seperti di desa. Beruntung sekali saat itu di desa nenek masih dikelilingi hutan jadi aku masih bisa menghirup udara bersih.
Pepohonan yang ada di hutan dapat menyerap gas CO2 yang dihasilkan oleh aktifitas manusia dan melepaskan oksigen. Selain itu, Akar pepohonan yang menancap ke dalam tanah dapat menyerap air hujan atau sebagai resapan air hujan sehingga hutan mampu mencegah banjir. Pepohonan di hutan juga dapat menangkap polutan yang dihasilkan oleh aktifitas manusia.
Cara Sederhana Untuk Menahan Laju Perubahan Iklim
Berjalan kaki sebagai salah satu cara sederhana yang bisa menahan laju perubahan iklim. Dokpri |
Berikut ini adalah beberapa cara sederhana yang aku lakukan di rumah untuk menahan laju perubahan iklim, diantaranya :
Mengurangi Penggunaan Kendaraan Bermotor
Kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar fosil menghasilkan emisi gas buang yang dapat membuat polusi. Oleh karena itu mengurangi penggunaan kendaraan bermotor menjadi salah satu cara yang efektif dalam menahan laju perubahan iklim. Apalagi kemarin harga bbm sudah naik, mungkin ini bisa menjadi salah satu alasan untuk mengurangi penggunaan kendaraan bermotor, mulai berjalan kaki dan beralih ke transportasi massal.
Menanam Tanaman di Rumah
Rumah tanpa tanaman itu rasanya panas, apalagi kalau tinggal di kota industry. Sejak pindah ke Cikarang, aku sudah menanam tanaman hias seperti sirih gading, daun pandan dan lidah buaya. Beberapa tanaman merambat seperti bunga telang juga sudah mulai tumbuh, nantinya akan aku lilitkan di pagar supaya rumah terasa lebih sejuk lagi. Sama seperti pepohonan, tanaman juga menyerap karbondioksida dan mengeluarkan oksigen.
Hemat Energi dan Air
Hemat hemat hemat! Ya begitulah propaganda yang dijalankan ibu sejak puluhan tahun yang lalu. Hasilnya aku juga punya prinsip hemat, apalagi menyangkut penggunaan energi dan air karena #untukmubumiku. Penggunaan barang-barang elektronik dibatasi, seperti mencabut kabel charger yang sudah tidak terpakai, mematikan lampu saat tidur dan menggunakan oven listrik ataupun blender seperlunya saja. Untuk mencuci baju, aku tidak menggunakan bantuan mesin cuci sebagai upaya untuk hemat energi.
Waktu kecil, aku sudah pernah kesulitan mencari air bersih. Pengalaman inilah yang mengajarkanku untuk selalu hemat air. Apalagi sekarang air PDAM sering mati, skill hemat air tentunya menjadi semakin terasah. Biasanya aku menyimpan air bekas cucian baju, yang nantinya bisa digunakan untuk menyiram wc dan membersihkan kamar mandi. Selain itu, aku terbiasa menggunakan air secukupnya, menggunakan air cucian beras untuk menyiram tanaman dan menampung air hujan untuk berjaga-jaga saat kehabisan air PDAM.
Pilah Sampah
Sebenarnya aku melakukan pilah sampah sejak beberapa tahun yang lalu bersama teman-teman #mudamudibumi. Namun sampai sekarang, belum bisa konsisten karena petugas kebersihan akan mencampur kembali sampah yang sudah dipilah. Sampah sisa sayuran, kulit bawang dan sebagainya (sampah organic) biasanya aku pakai untuk pupuk tanaman. Sementara sampah anorganik yang masih bisa dijual akan aku jual ke pengepul dan yang tidak bisa dijual akan dibuang ke tempat sampah.
Selimut polusi yang ada di udara akan membuat suhu permukaan bumi semakin naik dan menyebabkan perubahan iklim yang berdampak bagi kelangsungan hidup di bumi. Oleh karena itu, yuk mulai dari diri sendiri untuk mencegah laju perubahan iklim dengan cara sederhana yang bisa dilakukan di rumah. Untuk mencegah laju perubahan iklim juga diperlukan kolaborasi dengan berbagai pihak terkait #teamforimpact demi masa depan bumi kita tercinta.
Sumber :
https://hellosehat.com/sehat/informasi-kesehatan/penyebab-pemanasan-global/
https://www.suara.com/tag/banjir-jabodetabek
https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/sains/read/2022/07/05/080100423/perubahan-iklim-tingkatkan-kemungkinan-kebakaran-hutan-secara-global
Tidak ada komentar