Pengalaman berjuang melawan covid. Dokumen : Canva |
Pengalaman berjuang melawan Covid, virus jahat dengan 1000 wajah. Rasa sesak masih mengendap di relung hati saat menuangkan pengalaman ini ke dalam bentuk tulisan. Tidak ada yang bisa memastikan keadaan esok hari akan baik-baik saja. Yang ada hanya kita selalu berusaha menjaga apa yang kita miliki saat ini, salah satunya tubuh yang sehat.
“Mi, rasanya aku mau flu”, kata kanjeng Papi di suatu sore
setelah pulang kerja.
Sebuah kata yang awalnya mungkin terdengar biasa saja tapi ternyata
keesokan harinya membuatku kalang kabut. Meskipun aku sudah mempersiapkan keadaan terburuk, tapi melawan virus covid ini susahnya bukan
main. Bahkan seorang sahabat berkata virus covid memiliki 1000 wajah.
Pengalaman Positif Covid-19
Dok : Pixabay |
Hal yang paling aku takutkan akhirnya terjadi, hasil tes PCR
Kanjeng Papi menyatakan positif Covid-19. Virus yang terbawa dari kantor ini dengan
enaknya masuk ke dalam tubuh, padahal kami sudah patuh protokol kesehatan.
“kok bisa sampai kecolongan?Ya gimana lawannya virus ga keliatan, tau-tau sakit. ”
Tentu saja rasanya ingin marah tapi dengan marah-marah atau nyalahin orang lain, virus tidak serta merta mati saat itu juga di dalam tubuh kita.
Rasanya tidak usah ditanyakan lagi, flu berat, batuk, deman
dan sakit kepala bercampur jadi satu. Apalagi Kanjeng Papi memiliki riwayat
sakit di bagian kepala belakang, jadi tentu saja virus ini menggedor kepala
bagian belakang lebih kencang. Makannya tidak heran jika virus covid 19 sangat ganas
ketika menyerang pasien dengan komorbid, lha wong virusnya pinter sekali menggedor bagian-bagian
tubuh yang “pernah” sakit.
Di tengah kebingungan untuk mendapatkan obat, beruntung
sekali banyak teman yang memberikan saran. Satu saran dicoba yaitu menemui
dokter di faskes yang tertera dalam kartu BPJS. Sayangnya faskes itu menyatakan
bahwa jika pasien positif covid itu bukan ranah faskes tapi ranah puskesmas
setempat.
Saat itu rasanya makin bingung sampai ingin menangis sambil curhat sama Tuhan,” Tuhan tolong suamiku butuh obat dan saran dari dokter bukan di ping-pong seperti ini”.
Saran lain seperti menelepon UGD RS terdekat sudah dicoba
tapi hasilnya nihil. Sampai browsing di internet tentang prosedur standar pelayanan
pasien covid pun hasilnya nihil. Namun yang pertama dilakukan suami setelah hasil
tes PCR positif adalah lapor ke RT. Nah RT meneruskan laporan kepada satgas
covid kemudian pihak puskesmas melakukan tindakan. Pada kenyataanya yang
menghubungi petugas adalah Kanjeng Papi, itupun petugasnya buru-buru pengen
nutup telepon saat dihubungi. What??edukasi macam apa ini!!
Jadi pasien covid itu beneran harus siap semuanya termasuk
mencerna informasi yang simpang siur dan tentunya harus siap dana pribadi buat
beli berbagai macam vitamin dan obat-obatan.
Screenshot email tanggapan dari Pikobar. |
Beruntung sekali perhatian dari teman, keluarga dan tetangga
sekitar terus mengalir. Kalau perhatian dari puskesmas sekedar collect data
tanpa tracing apalagi kirim obat-obatan dan vitamin. Setelah aku tanyakan lewat
aplikasi PIKOBAR katanya sih disediakan obat-obatan dan vitamin dari puskesmas
setempat. Tapi kenyataannya puskesmas setempat hanya collect data. Justru warga
yang “ngopeni” kami dengan memberikan support dan bantuan sembako, sayuran,
buah-buahan dan vitamin.
Ketika merawat anggota keluarga yang terkena covid, hal yang
paling ditakutkan adalah tertular. Tes swab antigen yang sesegera mungkin
setelah Kanjeng Papi dinyatakan positif ternyata salah karena hasilnya NEGATIF
PALSU. Hal itu terjadi karena si virus belum keliatan aktifitasnya meskipun
sudah bersarang di tubuh. Jadi seharusnya
aku melakukan swab antigen sekitar 2-3 hari setelah kontak atau PCR di hari ke
4-5 setelah kontak dengan orang yang positif covid.
Sekitar hari ke 4, ketika keadaan Kanjeng Papi mulai anosmia
ternyata virus covid sudah mulai aktif menyerangku. Gejala covid seperti sakit
kepala, demam, dan batuk berdahak becampur jadi satu menggempur seluruh tubuh. Rasanya
sampai bingung harus minum obat yang mana dulu biar sakitnya berkurang.
Mencari Obat-Obatan dan Vitamin Untuk Melawan Virus Covid
Dok: Pixabay |
Untuk bertempur melawan virus Covid-19 ini emang susah banget karena virusnya sendiri seperti memiliki 1000 wajah. Jadi waktu kemarin sakit kepalaku sudah berhenti, si virus kemudian menyerang tenggorokan sampai aku batuk-batuk tak berkesudahan. Habis batuknya dihajar pakai obat batuk dan mulai sembuh, virus pindah menyerang indera penciuman sampai akhirnya aku anosmia. Ngeselin pokoknya!!
Dikarenakan belum ada obat yang pasti, akhirnya aku terpaksa memakai metode coba-coba obat
berdasarkan saran dari teman sesama penyitas covid. Tapi filter tetap ada di pribadi
masing-masing. Tidak semua obat ditenggak, setiap disarankan obat tertentu
selalu cek kemasannya apakah berkode merah atau tidak. Obat berkode merah bisa
dibeli harus dengan menyertakan resep dokter. Nah permasalahannya adalah kami
tidak bisa bertemu dokter. Kalau konsultasi dokter lewat aplikasi kesehatan
hanya disarankan tes PCR ulang dan minum vitamin.
Setelah berdiskusi dengan Kanjeng Papi dan membubuhkan
sedikit keberanian, aku membeli obat herbal bertuliskan huruf mandarin seperti
yang disarankan seorang teman. Nah untuk pembelian obat bekode hijau atau biru
dan multivitamin, aku memilih membeli di apotek terdekat lewat marketplace seperti Tokopedia dan aplikasi kesehatan seperti Alo Dokter.
Waktu obat herbal bertuliskan huruf mandarin itu sampai di
rumah, kami segera menggunakan bantuan google untuk mentranslate tulisan
mandarin ke dalam bahasa inggris karena kami tidak tau dosis penggunaan obat. Beruntung
sekali obat herbal ini cocok, keadaan kami semakin membaik namun cara nekat
seperti ini sangat-sangat tidak disarankan. Obat yang cocok di tubuh kami belum
tentu cocok di tubuh orang lain.
Pengalaman Sembuh dari Covid
Dok : Pixabay |
Selain mengkonsumsi obat-obatan dan vitamin agar imun tubuh dapat melawan virus, asupan makanan bergizi juga harus diperhatikan. Mengkonsumsi makanan bergizi seimbang sangat membantu tubuh dalam melawan virus covid.
Setiap pagi kami selalu menunggu sinar matahari muncul di
teras rumah. Berjemur seperti menjadi hal wajib saat penyembuhan. Pola hidup sehat
harus lebih diperketat lagi dan rumah harus selalu bersih.
Sampai aku menuliskan cerita ini, kami sudah bisa
beraktifitas seperti sedia kala meskipun aku masih anosmia dan hasil tes PCR
Kanjeng Papi masih positif.
Covid itu beneran nyata dan udah kayak dementor yang cari
mangsa di sekitar kita. Melawan covid tugas bersama-sama, bukan tugas nakes dan
dokter doang. Kelalaian satu orang bisa mengakibatkan orang lain kena covid. Tanpa
bergandengan tangan, yuk bersama-sama melawan covid dengan mematuhi protokol
kesehatan. Kalau ada kesempatan mendapatkan vaksin, yuk segera vaksin biar
tidak perlu merasakan sakitnya dihajar covid-19 seperti kami.
Lagian siapa sih yang mau “diendorse” covid, ORA ONO
BOSQUE!!
Tidak ada komentar