Solo,
kota kecil di provinsi Jawa Tengah yang terkenal akan batiknya ini memang
menarik untuk dikunjungi. Sebenarya bukan hanya batik yang menarik dari kota
ini, kuliner di Solo pun bermacam-macam, budaya di kota ini masih dipelihara
dengan baik. Kali ini saya tidak akan membahas batik ataupun kuliner karena
saya tertarik ke kota ini setelah melihat liputan di salah satu televisi swasta
tentang sebuah benteng yang letaknya dekat dengan kantor walikota tetapi sempat
terbengkalai selama puluhan tahun. Sebelumnya saya sempat berpikir bahwa
benteng ini diperlakukan sama seperti Vredeburg di kota tempat saya tinggal
selama berkuliah yaitu Yogyakarta.
Pagi-pagi
saya bersama seorang teman menuju benteng ini menggunakan kereta prambanan
ekspres dari stasiun maguwo, harga tiket per orang Rp 8000 dan menempuh
perjalanan kurang lebih satu jam. Kemudian sesampainya di stasiun Purwosari
kami melanjutkan naik bus solo batik seharga Rp 4500 menuju benteng. Ya kali
ini tujuan utama saya adalah benteng ini karena saya sangat penasaran dengan
bangunan peninggalan kolonial apalagi yang terbengkalai. Untungnya ketika
sampai di benteng ini, keadaan benteng sudah ditetapkan sebagai cagar budaya
jadi beberapa wajah benteng sudah di cat ulang. Lega melihat benteng ini dengan
wajah barunya yang menjadi lebih “sumringah” untuk dipandang dengan cat putih
bersihnya.
Vastenburg
nama benteng yang merupakan saksi bisu sejarah ini dibangun di masa kolonial
belanda, yaitu pada tahun 1745 atas perintah Gubernur Jenderal Baron Van Imhoff
di kawasan Gladak, Surakarta atau Solo. Sama seperti benteng Vredeburg, beteng
Vastenburg juga digunakan untuk mengawasi keraton Surakarta Hadiningrat karena
memang letak benteng ini tidak jauh dari Keraton Surakarta Hadiningrat. Sebenarnya
ada 3 benteng di pulau jawa ini yang sejajar apabila ditarik garis lurus, yaitu
mulai dari timur adalah benteng Vastenburg, lanjut ke barat ada benteng Vredeburg
dan yang paling barat adalah si Benteng Merah Van Der Wijk.
Benteng
ini juga pernah digunakan sebagai markas TNI setelah kemerdekaan republik
Indonesia untuk mempertahankan
kemerdekaan. Selain itu benteng ini juga pernah digunakan sebagai tempat
pelatihan dan pusat Brigade Infanteri 6 untuk wilayah karisidenan Surakarta dan
sekitarnya. Benteng ini sempat mangkrak sejak tahun 1980-an sampai ketika ada
desas desus benteng akan dihancurkan untuk pembangunan pusat perbelanjaan,
pemkot Solo mengambil alih dan diperjuangkan menjadi salah satu cagar budaya
yang tidak boleh dihancurkan mengingat benteng ini adalah saksi bisu sejarah.
Ya kali ini saya benar-benar berterimakasih kepada bapak Ir.H Joko Widodo dan
jajaran pemkot Solo atas kemenangan memperjuangkan Vastenburg sebagai cagar
budaya. Menurut UU no 11 tahun 2010 cagar budaya adalah warisan budaya bersifat
kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar
budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan atau air yang
perlu dilesatrikan keberadaanya karena memiliki nilai penting bagi sejarah,
ilmu pengentahuan, pendidikan, agama dan atau kebudayaan melalui proses
penetapan. Nah Vastenburg sendiri merupakan bangunan cagar budaya yang memiliki
peran penting bagi sejarah.
Oh
iya sekedar info aja benteng ini dibuka untuk umum ketika ada acara-acara
tertentu, tetapi selebihnya akan ditutup, berbeda dengan saudaranya yaitu Vredeburg
yang memang sudah dibuka untuk umum. Jadi waktu saya kesana, saya hanya bisa
berkunjung di depan benteng, tidak bisa masuk ke dalam benteng Vastenburg.
Memasuki
pelataran Vasteburg berupa jalan tanah, ada beberapa bagian yang masih terlihat
bekas jalan berbata merah yang pada masanya pasti lebih bagus dari sekarang. Pelataran
Vastenburg sekarang sering digunakan untuk parkir mobil. Di depan benteng
terdapat dua patung kerbau di sisi kanan dan kiri serta patung arca, ya benteng
ini pun dalam pembuatannya tidak meninggalkan simbol kebudayaan masyarakat
Surakarta. Ada parit yang mengelilingi benteng tetapi saya hanya melihat yang
bagian depan saja. Bentuk benteng ini berupa persegi dimana ujung-ujungnya
terdapat bastion. Pintu benteng terkunci saat itu karena memang tidak ada acara
yang diselenggarakan ketika saya mendatangi benteng Vastenburg. Saya dapat melihat
bahwa di tengah benteng tedapat lapangan yang mungkin dulunya digunakan untuk
apel para serdadu belanda yang berada disitu.
Saya juga melihat ada tembok yang batu batanya terlihat dan belum
diperbaiki. Kami lalu saling mengambil
foto di depan benteng Vastenburg bergantian. Saya mengagumi Vastenburg dan membayangkan
masa jayanya saat masih digunakan oleh kolonial untuk mengawasi keraton
Surakarta Hadiningrat. Vastenburg, saya pasti kembali untuk sekedar mengunjungimu,
semoga terus berdiri kokoh sebagai saksi bisu sejarah bangsa kami.
Tidak ada komentar